(image by Google.com) |
Oleh Muhammad Mustain
Ahmad Tohari adalah sastrawan yang terkenal dengan novel triloginya
Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis pada 1981. Belum lama ini ia dianugerahi PWI
Jateng Award 2012 dari PWI Jawa Tengah karena karya-karya sastranya yang dinilai
mampu menggugah dunia. Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah
pada 13 Juni 1948, Ahmad Tohari menamatkan SMA nya di Purwokerto. Setelah itu
ia menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970),
Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas
Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).
Ahmad Tohari sudah banyak menulis novel, cerpen dan secara
rutin pernah mengisi kolom Resonansi di harian Republika. Karya-karya Ahmad
Tohari juga telah diterbitkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Jepang,
Tionghoa, Belanda dan Jerman. Dalam hal ini saya akan membahas tentang
konflik yang terjadi dalam salah satu novel yang tak kalah menariknya dengan
ronggeng dukuh paruk, ialah novel berjudul Orang-orang Proyek.
Dalam novel tersebut menceritakan seorang insinyur bernama
Kabul yang bertugas sebagai mandor pembangunan sebuah jembatan namun dia harus
menghadapi masalah dilematis terhadap orang-orang dalam proyek tersebut maupun
masyarakat desa yang ikut dalam pembangunan. Antara lain adalah konflik dengan
atasanya yaitu Dalkijo seorang simpatisan partai politik yang harus memaksakan
Kabul sebagai seorang mandor untuk menyelesaikan pembangunan jembatan tersebut
secara cepat dan dengan bahan yang alakadarnya, sehingga kabul harus
mempertimbangkan baku mutu bangunan tersebut. Jembatan tersebut merupakan salah
satu bangunan yang akan menjadi tempat perayaan HUT GLM (Golongan Lestari
Menang)/ nama lain dari sebuah partai politik waktu itu. Proyek pembangunan
jembatan itu telah dijadikan ajang penarikan simpati masyarakat terhadap partai
politik tertentu. Anggaran proyek banyak yang digerogoti para pejabat dan juga
orang-orang dalam proyeknya sendiri. Tetapi Kabul masih mempertahankan
idealismenya untuk tetap melawan praktik-praktik kecurangan dalam proyeknya.
Latar waktu novel ini terjadi pada masa orde baru yang sangat kental akan
masalah korupsi, kolusi maupun nepotisme.
Ahmad Tohari berhasil menggambarkan secara mendetail
dengan masalah-masalah yang memang terjadi pada waktu itu. Korupsi terjadi di
mana-mana sampai proyek pembangunan jembatan dijadikan objek untuk mencari
simpati masyarakat dalam melanggengkan kekuasaannya. Penulis memang besar dan
mengalami masa-masa kelam orde baru yaitu masa 1980-1990an, tak heran bahwa
penulis mampu menggambarkan secara lugas praktik-praktik negatif rezim orde
baru yang masuk di setiap sendi kehidupan masyarakat.
Novel tersebut juga kaya akan makna nilai moral yang
tinggi yang digambarkan dalam sosok Kabul yang mempunyai keteguhan jiwa,
profesionalisme, sikap kejujuran serta idealisme yang harus dijunjung tinggi.
Karya lain yang banyak membeberkan konflik politik pada rezim orde baru adalah
tulisan berjudul Pulang Leila Salikha Chudori. Dia adalah tokoh pengarang
sekaligus wartawan yang cukup cemerlang. Dalam novelnya itu penulis
menceritakan konflik politik maupun konflik sosial yang terjadi dalam orde lama
dan menyambung sampai ke masa akhir rezim orde baru yaitu sekitar tahun 1998.
Dimana dalam novel ini saya mengkritisi bagian setting ketika tiba dimana
terjadi penguasaan rezim orde baru.
Lagi-lagi penulis yang sama halnya Ahmad Tohari
menceritakan konflik politik yang menonjolkan sikap pemerintah dalam caranya
melanggengkan kekuasaan. Para aktifis yang secara teguh mempertahankan sikap
idealis mereka banyak yang ditangkap. Mahasiswa yang melakukan demonstrasi
untuk menuntuk mundurnya pemimpin ada yang ditembak dan tewas. Novel tersebut
juga mengungkapkan detail strategi politik dalam melanggengkan kekuasaanya. Masyarakat
di cekoki dengan paham-paham dalam kebencian yang amat sangat terhadap salah
satu partai pesaingnya waktu itu, PKI. Sedikit berbeda memang dengan
konflik yang terjadi dengan novel Orang-orang Proyeknya Ahmad Tohari yang hanya
konflik politik rezim orde baru dalam strategi pelanggengan kekuasaan dengan
memanfaatkan suatu proyek pembangunan objek fital masyarakat yaitu jembatan
penghubung, tetapi intinya dalam kedua novel tersebuy adalah sama-sama
mengangkat tema cara-cara haram rezim orde baru dalam mempertahankan,
melanggengkan, serta mengambil simpati masyarakat. Konflik-konflik
politik dalam masa orde baru memang banyak dikriktisi oleh para kritikus tanah
air, karena penulis ingin memberikan stimulan pemahaman mendalam terhadap
praktik kediktatoran yang terjadi dalam memimpin maupun cara-cara mereka
mempertahankan kekuasaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar